Scroll untuk baca artikel
Bogor RayaHomeNewsPemerintahan

Peningkatan Kapasitas Desa Diambil Pihak Ketiga, Yusfitriadi Nilai Buruknya Komunikasi DPMD dengan Pemdes

×

Peningkatan Kapasitas Desa Diambil Pihak Ketiga, Yusfitriadi Nilai Buruknya Komunikasi DPMD dengan Pemdes

Sebarkan artikel ini

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi

Cibinong, BogorUpdate.com – Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kapasitas Desa yang diambil alih oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sriwijaya sebagai pihak ketiga, di Hotel Aryaduta, Bandung, pada tanggal 3 Oktober 2022 lalu, dinilai buruknya komunikasi antara Pemerintah Desa dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bogor.

Hal itu dikatakan oleh Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi. Menurutnya Kontruksi bangunan struktural antara Pemerintah Daerah Kabupaten dan pemerintahan desa sebetulnya tidaklah cukup kuat relasi strukturalnya. Dikarenakan kepala desa (Kades) diatur oleh undang-undang sendiri, yaitu undang-undang desa.

“Begitupun implikasi dari undang-undang tersebut, kades dipilih langsung oleh masyarakat desa, bupati hanya memberikan surat keputusan atas keterpilihan kepala desa tersebut. Sehingga konsekwensinya DPMD merupakan lembaga koordinasi saja, bukan merupakan lembaga struktural dari pemerintahan desa,” kata Kang Yus sapaan akrabnya kepada BogorUpdate.com, Um’at (14/10/22).

Sehingga, sambung Kang Yus, sangat wajar ketika banyak kalangan kades tidak memerlukan surat izin DPMD ketika akan mengikuti dan mengadakan kegiatan apapun. Begitupun, terkait surat teguran juga tidak akan pernah berefek signifikan bagi kepala desa yang bersangkutan.

“Dalam fenomena penguatan kapasitas kepala desa se-Kabupaten Bogor yang dilakukan oleh pihak ketiga dan tidak melibatkan DPMD saya melihat dalam beberapa hal. Pertama, buruknya komunikasi dan koordinasi antara DPMD dengan pihak pemerintahan desa,” tegasnya.

Sehingga pemerintahan desa terutama kepala desa, tidak melihat DPMD sebuah lembaga yang kontruktif bagi pengembangan desa. Dengan kata lain kepala desa tidak percaya terhadap DPMD Kabupaten Bogor.

“Kedua, peningakatan kapasitas pemerintahan desa sangat penting dilakukan secara periodik. Namun harus terukur, apa yang akan dilakukan setelah pelatihan tersebut, sehingga ada sesuatu yang ‘naik level’ dari kinerja pemerintahan desa,” ungkapnya.

Selain itu, masih kata Kang Yus, penguatan kapasitas juga harus dilakukan terhadap bagian-bagian penting dalam pemerintahan desa, seperti managerial dan akunting keuangan dana desa, teknologi pemerintahan desa dan alat ukur keberhasilan pemerintahan desa.

“Sehingga penguatan kapasitas kepala desa bukan hanya sebuah bentuk pelesiran yang dikemas penguatan kapasitas kepala desa oleh pihak ke 3,” bebernya.

Menyikapi soal tidak adanya komunikasi, ia menilai DPMD Kabupaten Bogor ‘sensi’ atau ulah kepala desa yang tidak melalui izin DPMD untuk mengikuti penguatan kapasitas, karena mungkin tidak dilibatkan saja dalam penguatan kapasitas desa tersebut.

“Kalau memang dimungkinkan adanya kesalahan prosedural dalam penggunaan anggaran desa, saya pikir BPK harus turun memerika prosedur tersebut sudah sesuai dengan peraturan atau tidak,” tandasnya.

Sebelumnya, Sebanyak 130 Kepala Desa (Kades) se-Kabupaten Bogor mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis (Bintek) Peningkatan Kapasitas Desa yang digelar oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sriwijaya sebagai panitia, tidak mendapatkan restu dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bogor.

Kegiatan yang dilaksakan di Hotel Aryaduta, Bandung selama 5 hari tersebut, dikenakan anggaran sebesar Rp10 Juta per Kepala Desa. Saat ini bahkan menuai kontroversi, lantaran ada Kepala Desa yang tidak mengantongi surat tugas keberangkatan ke Bandung baik dari Kecamatan maupun DPMD.

Subkor SDM Pemerintahan Desa pada Dinas DPMD Kabupaten Bogor, Achmad Munawar mengatakan jika penawaran Peningkatan Kapasitas untuk Kepala Desa dari pihak ke-3 yaitu Pusat Pelatihan Sriwijaya sudah mereka ajukan sejak tahun 2021 lalu dengan angka 10 juta, dan tidak ditanggapi pihak DPMD.

Namun, DPMD mempersilahkan pihak ke-3 ini untuk langsung komunikasi dengan Apdesi sehingga mereka berkomunikasi dengan Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).

“Intinya sebenernya tidak terlalu tanggapi, akhrinya karena angka segitu (Rp10 juta) kita tidak bisa dan langsung komunikasi dengan Apdesi. Kalau ngelarang kita gak bisa tergantung tmen kades apakah perlu atau tidak. Kalau perlu silahkan kalau tidak ya gak usah, intinya tidak diarahkan harus ikut,” jelas Achmad Munawar kepada BogorUpdate.com, Selasa (4/10/22).

Sebelum digelarnya kegiatan tersebut, Ia mengaku ada perintah dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor melalui Kasie Pidana Khusus (Pidsus) agar DPMD membantu terselanggaranya kegiatan itu. Namun ia mengarahkan agar berkordinasi dengan Apdesi yang menaungi kades.

“Tapi dibalik kegiatan ini ada perintah juga dari kejaksaan bantu kami dalam melaksanakan pembinaan kepala desa dari Kasi Pidsus. Saya bilang silahkan ke Apdesi langsung saja kita sudah arahkan kepada mereka (Kejaksaan) silahkan langsung saja,” bebernya.

Pria yang biasa disapa Awank itu menambahkan, ada beberapa kades berkoordinasi secara lisan dengan DPMD akan berangkat ke Bandung untuk kegiatan peningkatan kapasitas kepala desa. Namun pihaknya tidak memberikan rekomendasi ataupun surat tugas secara tertulis.

“Saya bilang minta rekomendasi ke Camat setempat dulu, kalau dari DPMD gak ada rekomendasi, tapi kita juga gak bisa ngelarang dan juga kita tidak izinkan,” bebernya.

Meski ada aturannya untuk peningkatan kapasitas desa, sambung Awank, Dengan adanya kegiatan yang dilaksanakan oleh kepala desa tanpa melalui prosedur itu sangat disayangkan.

“Saya fikir apa yang diarahkan oleh kami dilaksanakan oleh kepala desa untuk keberangkatan mereka selama 5 hari di Bandung, karena harus pakai surat tugas. Untuk biayanya mereka langsung bayar ke penyedia dan mereka berangkat untuk meninggalkan tugas. Itu salahsatu yang menjadi kewajiban Kepala Desa membuat surat tugas,” katanya.

“Kalau menggunakan anggaran pribadi dan tidak pakai APBD gak masalah. Kalau mereka pakai APBdes ya harus ada pertanggungjawabannya kan, terutama itu surat tugas. Ya itu tadi kecuali bayar pakai uang sendiri silahkan saja. Tapi tetep aja walaupun pakai uang sendiri kan dia pakai nama Kepala Desa, jadi harus ada surat tugas atau rekomendasinya,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *