Foto ilustrasi. (Net)
Cibinong, BogorUpdate.com – Salah seorang pejabat Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor diindikasi membantu salah seorang pemohon sertifikat pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) hingga merugikan pemilik lahan mencapai ratusan juta rupiah.
Dari informasi yang berhasil dihimpun wartawan Bogorupdate.com, dimana dalam dugaan itu ada salah seorang masyarakat Kelurahan Nanggewer Mekar, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, selaku pemohon program nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni PTSL, pada tahun 2019 silam mengajukan permohonan pembuatan sertifikat seluas 2423 meter persegi, dengan penunjuk batas selaku pemohon itu sendiri.
Namun, dalam permohonan itu warga tersebut hanya berdasarkan surat penguasaan fisik bidang tanah tanpa adanya surat pendukung dari kelurahan setempat yang biasa disebut surat 3 serangkai, diantaranya surat keterangan riwayat tanah, surat tidak sengketa dan surat penguasaan tanah secara sporadik.
Alhasil, dari permohonan atas nama berinisial AC itu kedapatan menyerobot sebidang tanah milik warga lainnya seluas 751 meter yang berada dekat dengan tanah miliknya, namun anehnya tim dari ketua PTSL yang disahkan oleh pejabat Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor/Ketua Panitia Ajudikasi PTSL yang ditandatangani pejabat BPN setempat yakni pria berinisial WRS ditandatangani pada 06 Juni 2019.
Saat dikonfirmasi, pejabat BPN Kabupaten Bogor, WRS menampik keras bahwa dirinya disebut-sebut telah membantu pemohon sertifikat PTSL untuk mencaplok tanah milik warga lainnya.
Menurut WRS, pihaknya selaku ketua tim Ajudikasi PTSL kelurahan Nanggewer Mekar kala itu dirinya sebagai penyelenggara program RI 1 tersebut, hanya merujuk kepada pengajuan masyarakat untuk mensertifikatkan tanah miliknya melalui program PTSL ini. Pasalnya, menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 6 tahun 2018.
“Bahwa melalui program PTSL bila ada masyarakat yang mengajukan atas penguasaan atas sebidang tanah namun hanya berdasarkan penguasaan fisik bidang tanah dapat diproses oleh kami di BPN. Jadi tidak ada masalah, dan saya hanya menjalan tugas sesuai apa yang telah diamanatkan dalam peraturan yang ada,” kata WRS kepada Bogorupdate.com, Minggu (30/1/23).
Apalagi kata WRS, PTSL ini suatu program rek spesialis. Dan seingat dirinya, bahwa setiap masyarakat yang mengajukan permohonan sertifikat melalui program PTSL atau secara langsung semuanya sudah berdasarkan aturan yang ada.
“Seingat saya tidak ada yang tidak berdasarkan dengan aturan, pasti semua berdasarkan aturan. Maka bila ada pihak yang menyebut saya ada beberapa permohonan sertifikat dari masyarakat kepada saya, dikatakan tidak berdasarkan aturan atau cacat administrasi itu tidak benar sama sekali,” tegasnya.
“Semuanya berdasarkan dengan ketentuan, masa saya memproses berkas permohonan sertifikat tidak berdasarkan dengan ketentuan. Bahkan dibilang kalau hanya berdasarkan sporadik (Penguasaan Fisik) saja bisa diproses, dan itu saya nyatakan bisa karena berdasarkan ketentuannya begitu, karena PTSL ini adalah program rek spesialis,” tambahnya.
Lebih lanjut WRS memaparkan, apabila ada masyarakat Cibinong yang mengeluhkan adanya ratusan meter tanah miliknya yang ikut masuk dimohonkan oleh salah satu pemohon di program PTSL pada 2019 lalu dan sertipikatnya telah disahkan, dirinya menyarankan agar pemilik tanah itu dapat mengajukan surat keberatan dan melakukan ukur atas sebidang tanahnya hingga keluar plottingan.
“Sehingga kami mengetahui titik lokasi dan koordinat tanah warga tersebut yang tanahnya ikut di sertifikatkan oleh salah satu pemohon program PTSL pada 2019 itu, sehingga kami bisa memperbaiki atas adanya kesalahan yang diajukan dari pemohon tersebut. Karena untuk persoalan ini, saat pelaksanaan pengukuran atas pemohon yang bersangkutan untuk penunjuk batasnya adanya pemohon itu sendiri,” bebernya.
“Karena berdasarkan unjuk batas oleh pemohon itu sendiri, kami tidak mengetahui sama sekali saat itu bahwa ada tanah warga lainnya yang ikut diukur hingga di sertifikatkan oleh pemilik sertipikat bernama AC tersebut,” imbuhnya sembari menambahkan lagi.
Sementara dilain waktu, pemilik sebidang tanah yang telah diduga dicaplok yang merupakan warga Kelurahan Nanggewer Mekar, SR mengaku merasa heran, saat pihaknya hendak mengajukan permohonan sertipikat melalui program PTSL di tahun 2021 lalu dengan luas 751 meter persegi, ketika dimohonkan untuk menjadi sertipikat kalau tanahnya itu telah bersertifikat. Padahal, kata dia, tanah milik orang tuanya itu belum sama sekali diajukan permohonan sertifikat.
“Awalnya saya mengetahui tanah milik orang tua saya sudah bersertifikat dan masuk di Sertifikat beratasnamakan AC orang yang saya kenal, saat saya mencoba ikut program PTSL di tahun 2021, tapi berkasnya ditolak karena pihak tim PTSL dari BPN Kabupaten Bogor bilang kalau tanah saya sudah bersertifikat,” ujar sumber.
Ia melanjutkan, atas perihal dirinya merasa terheran-heran lantaran ketika pihaknya mengurus surat 3 serangkai di kantor Kelurahan setempat, pihak kelurahan Nanggewer Mekar belum pernah mengeluarkan kepada AC atau pihak manapun.
“Kalau saya tanyai kepada pihak kelurahan, bahwa surat 3 serangkai untuk keperluan pengurusan sertifikat tanah belum pernah mengeluarkan sama sekali. Tapi kenapa tanah saya bisa di sertifikatkan atas nama AC dengan luas tanahnya 2423 meter persegi,” tanya dia.
“Usut punya usut, saat saya telusuri dengan teman saya dan mengecek secara langsung sertipikat yang dipegang oleh AC ini, ternyata untuk mensertifikatkan tanah milik orang tua saya hanya berdasarkan alas hak surat pernyataan penguasaan Fisik bidang tanah saja dan BPN Kabupaten Bogor melalui tim PTSL kelurahan Nanggewer Mekar bisa memprosesnya hingga menjadi prodak sertifikat,” tegas sumber kepada Bogorupdate.com belum lama ini.
Atas dasar itu, lanjut sumber, dirinya mengharapkan kepada kepala kantor BPN Kabupaten Bogor, Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, hingga Kementerian Agraria dan BPN (Kementerian ATR/BPN) dapat menyelesaikan polemik yang tengah ia hadapi, serta apabila adanya indikasi keterlibatan oknum pejabat BPN setempat juga dapat ditindak tegas dan diberi sanksi yang berlaku.
“Saya mohon kepada Kakan BPN Kabupaten Bogor, Kanwil BPN Jabar maupun pak Kementerian ATR/BPN dan Aparat Penegak Hukum (APH) setempat bisa membantu saya, agar tanah saya yang ikut di sertifikatkan oleh AC ini bisa diperbaiki dan permohonan saya bisa dapat diproses bagaimana dengan semestinya. Apalagi saya sudah memegang semua surat keterangan dari pihak kelurahan setempat hingga surat-surat penguasaan fisik atas kepemilikan sebidang tanah yang merupakan milik dari orang tua saya,” pintanya dengan harap.