Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Prof Jaenal Effendi. (Dok ipb)
Ekobis, BogorUpdate.com – Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Prof Jaenal Effendi, menyatakan bahwa terdapat kesenjangan besar (gap) antara sistem perbankan nasional dan pelaku usaha mikro kecil (UMK). Untuk mengatasi hal ini, ia menawarkan model microbanking syariah sebagai solusi pembiayaan yang inklusif dan berkeadilan.
Dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University yang digelar secara daring, pada Kamis (24/7/25) lalu, Prof Jaenal juga menjelaskan bahwa microbanking syariah bisa menjadi mitra strategis Koperasi Merah Putih.
“Microbanking syariah bisa menjadi mitra strategis Koperasi Merah Putih yang digagas oleh pemerintahan Prabowo-Gibran, dalam menjangkau pelaku UMK yang belum terlayani lembaga keuangan formal,” ujar Prof Jaenal.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa banyak UMK masih kesulitan mengakses layanan keuangan formal karena tingginya biaya transaksi, risiko moral hazard, dan belum memadainya infrastruktur digital. Akibatnya, pelaku usaha kerap beralih ke pembiayaan informal dengan risiko tinggi seperti rentenir.
Model microbanking syariah yang diusulkannya dirancang agar adaptif terhadap karakteristik UMK dan sesuai dengan prinsip maqashid syariah (tujuan syariat). Selain bebas riba, model ini juga diharapkan menjadi sarana pemberdayaan komunitas dengan mengedepankan keadilan, kolaborasi, dan keberlanjutan.
Sebagai strategi penguatan microbanking syariah, ia menekankan pendekatan “Bridging the Gap” dengan tiga pilar utama: (1) konektivitas UMK dan lembaga keuangan syariah seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), koperasi syariah, dan pesantren; (2) harmonisasi regulasi dan teknologi; serta (3) nilai spiritual dan sosial sebagai dasar keuangan inklusif.
Dalam upaya memperluas jangkauan, Prof Jaenal mendorong digitalisasi pembiayaan syariah, seperti penerapan branchless banking, integrasi dengan fintech syariah, dan credit scoring berbasis komunitas. Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas SDM lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) sebagai mitra bank syariah dalam penyaluran pembiayaan.
Pemerintah, otoritas keuangan, lembaga zakat dan wakaf, serta sektor swasta disebut memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem pembiayaan mikro yang inklusif. Dukungan insentif fiskal dan sosial, termasuk subsidi margin dan integrasi dana zakat dan wakaf, dinilainya dapat memperkuat keberlanjutan microbanking syariah.
“Microbanking syariah bukan hanya lembaga keuangan, tetapi katalis transformasi sosial dan ekonomi yang mampu mendorong pertumbuhan dari akar rumput,” tegas Prof Jaenal. (**/ipb)