HomeNasionalNewsPemerintahan

Journalist Fellowship BPDPKS Kemenkeu, Hadirkan Narsum Berkompeten Hingga Ketua PWI Pusat

Nasional, BogorUpdate.com
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan pada bidang Badan Pengelolaan Dana dan Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam kegiatan Journalist Fellowship Batch I yang diselenggarakan mulai dari tanggal 23-26 Agustus 2021, pada hari ini dimulai pada sesi Zoom Meeting (Virtual).

Dalam sambutannya, Direktur Utama BPDPKS, Edi Wibowo mengaku, sangat berbahagia dapat berkumpul dan berdialog dengan rekan-rekan jurnalis yang memegang peranan penting dalam menyebarkan informasi tentang kelapa sawit kepada masyarakat.

“Rekan-rekan jurnalis sekalian,
Dalam perhelatan Hari Pers Nasional pada Februari 2021, anggota Dewan Pers menyampaikan telah terdapat perimbangan informasi tentang sawit di media massa Indonesia saat ini. Telah terbentuk pemahaman di kalangan pers tentang kontribusi positif sawit bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan negara,” kata Edi dalam sambutannya secara virtual, Selasa (24/8/21).

Ia melanjutkan, dalam hal ini kalangan pers kerap masih mengasosiasikan sawit secara negatif pada aspek lingkungan dan sosial. Data media monitoring yang dilakukan oleh BPDPKS, sampai Juni 2021, persepsi media massa terhadap sawit masih menunjukkan indikator sentimen positif dengan nilai rata-rata 71,09%.

Walaupun masih dalam tren positif, terdapat resiko dimana sentimen media massa dapat jatuh menjadi negatif.

Beberapa kondisi dalam periode ini yang berdampak sentimen negatif terhadap sawit antara lain, pada Januari 2021 sentimen positif terhadap sawit jatuh menjadi 45% karena kejadian banjir bandang di Kalimantan Selatan. Pemberitaan masif tentang kerusakan hutan di Papua yang diasosiasikan dengan salah satu perusahaan perkebunan sawit, kebakaran lahan gambut dan masuknya lahan sawit dalam kawasan hutan, Konflik lahan antara perusahan dan warga.

“Sikap kalangan pers dalam negeri masih sangat cair terhadap sawit dan berfluktuasi berdasarkan perkembangan isu di masyarakat. Penempatan berita atau publikasi sawit di media massa dapat mengurangi resiko sentimen negatif, namun dalam jangka panjang tidak efisien dari sisi biaya,” ujarnya.

Untuk itu, kata Edi, BPDPKS menilai perlu dilakukan pelembagaan komunitas pers yang beranggotakan para Jurnalis yang memiliki pemahaman objektif terhadap sawit.

Pelembagaan ini nantinya dibentuk di wilayah-wilayah produsen utama kelapa sawit serta di tingkat nasional dan akan dilakukan kerja sama kegiatan berkala dengan BPDPKS dalam rangka pembaharuan informasi tentang sawit.

Sebagai langkah awal pelembagaan tersebut, akan dilaksanakan kegiatan BPDPKS Journalist Fellowship & Training Tahun 2021 yang saat ini tengah dilaksanakan.

Tujuan pelaksanaan kegiatan yaitu, sebagai sarana edukasi dan peningkatan kapasitas Jurnalis terkait isu-isu di perkebunan dan industri kelapa sawit dari hulu sampai dengan hilir, sarana sosialisasi peran dan fungsi BPDPKS dalam mewujudkan kelapa sawit berkelanjutan, memotivasi para jurnalis untuk berkontribusi aktif dalam menyampaikan pemberitaan positif tentang sawit dan BPDPKS kepada masyarakat, serta mendapatkan masukan dari para Jurnalis tentang rencana pelembagaan komunitas Jurnalis sawit.

“Pemetaan dan identifikasi kelompok Jurnalis yang akan diikusertakan dalam komunitas Jurnalis sawit di tiap wilayah,” terangnya.

Edi menambahkan, kegiatan BPDPKS Journalist Fellowship & Training Tahun 2021 kini dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut, penyampaian undangan & konfirmasi peserta dari media massa. Press tour ke perkebunan dan industri sawit (dengan memperhatikan perkembangan ketentuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), pembekalan materi tentang kelapa sawit (hybrid online dan offline).

Adapun, lomba penulisan artikel positif sawit di media massa, penjurian dan pengumuman pemenang lomba penulisan artikel.

Untuk tahun 2021 ini, BPDPKS Journalist Fellowship & Training akan dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kegiatan yang mencakup wilayah media massa wilayah Nasional, Jawa Barat & Banten, media massa wilayah Sumatera bagian selatan, media massa wilayah Kalimantan bagian barat dan selatan, pelaksanaan kegiatan dimulai bulan Agustus sampai dengan November 2021.

“Kegiatan journalist Fellowship ini juga merupakan wujud pelaksanaan tugas Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam melakukan promosi perkebunan kelapa sawit, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 juncto Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018, guna meningkatkan pengetahuan terhadap signifikansi perkebunan kelapa sawit sebagai produk yang memiliki nilai strategis,” tuturnya.

Sebagaimana di ketahui bersama, lanjut dia, bahwa sebagai komoditas strategis kelapa sawit berperan besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dari aspek ekonomi, sosial, dan ketahanan energi.

Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia, produk kelapa sawit dan turunannya telah di ekspor ke seluruh penjuru dunia dan merupakan komoditas penghasil devisa ekspor terbesar bagi Indonesia.

Pada tahun 2019 sendiru, nilai ekspornya (diluar produk Oleokimia & Biodiesel) mencapai USD 15,57 milyar (data BPS) setara kurang lebih Rp 220 trilyun, melampaui nilai ekspor dari sektor migas maupun sektor non migas lainnya.

“Di masa pandemi Covid-19, sektor sawit juga terbukti mampu bertahan dan tetap menyumbangkan devisa ekspor sekitar USD 13 milyar sampai dengan Agustus 2020, ditengah lesunya sektor-sektor penghasil devisa lainnya seperti migas, batubara, dan pariwisata,” jelasnya.

Menurutnya, perkebunan dan industri sawit juga membuka jutaan lapangan kerja di dalam negeri baik untuk petani sawit, pekerja pabrik, dan tenaga kerja lainnya di sepanjang rantai produksi kelapa sawit dari kebun sampai dengan menjadi produk akhir.

Tercatat kurang lebih 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 16 juta tenaga kerja tidak langsung yang diserap oleh sektor sawit. Sawit sendiri telah berkontribusi pula menjadikan Indonesia sebagai produsen Biodiesel, energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan fossil fuel, yang bahan bakunya berasal dari minyak sawit. Biodiesel sawit tersebut, melalui pencampuran dengan minyak Solar dalam bentuk B-30.

“Telah kita gunakan sebagai bahan bakar, sehingga mengurangi ketergantungan negara kita atas impor minyak bumi sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan di sektor migas,” ucapnya.

Lebih lanjut, Edi memaparkan, produk-produk sawit pun telah mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Yang familiar bagi rekan-rekan guru mungkin adalah Minyak Goreng dari sawit, namun sesungguhnya konsumsi minyak sawit dan turunannya lebih luas dari itu.

Minyak sawit ada dalam produk sabun, shampoo, deterjen, lipstick, produk kosmetik, personal care, roti, coklat, biskuit, krimer, margarin, susu formula bayi, dan lain-lain.

Penggunaan minyak sawit dan turunannya, yang merupakan minyak nabati dengan produktivitas tertinggi, menjadikan produk-produk tersebut dapat digunakan oleh segenap kalangan masyarakat Indonesia dengan harga yang relatif terjangkau.

Dengan besarnya peran komoditas sawit tersebut, sangat ironis bahwa kemudian komoditas ini belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Isu negatif terhadap sawit di dalam negeri masih marak dan kerap diterima masyarakat dengan pemahaman yang keliru sehingga dianggap sebagai kebenaran umum.

Sejumlah isu tersebut antara lain anggapan bahwa perkebunan dan industri sawit merupakan penyebab hilangnya hutan tropis, isu sawit sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, isu sawit sebagai penyebab hilangnya keanekaragaman hayati, isu minyak sawit tidak baik bagi kesehatan, isu penggunaan tenaga kerja anak di perkebunan sawit, dan bermacam isu negatif lainnya yang dialamatkan kepada sawit.

“Isu-isu dan tuduhan negatif terhadap sawit banyak yang berasal dari luar Indonesia dan umumnya tidak berdasarkan fakta objektif di lapangan. Beberapa isu ini diproduksi sebagai dampak dari persaingan dagang komoditas minyak nabati dunia, dimana sawit memang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan minyak nabati lainnya seperti minyak Kedelai, minyak Rapeseed, minyak Bunga Matahari, dan sebagainya. Namun terkadang tanpa disadari, beberapa kelompok masyarakat kita turut berperan dalam mengamplifikasi isu negatif tersebut di dalam negeri,” imbuh Edi.

Maka dari itu, sambung Edi, kampanye isu-isu negatif tersebut dalam jangka waktu yang lama telah memunculkan stigma negatif terhadap sawit sehingga kemudian sawit teralienasi dari masyarakat yang justru mengkonsumsinya setiap hari.

Ini sungguh sebuah paradoks dimana komoditas hasil negeri sendiri yang memiliki manfaat begitu banyak, justru belum dipahami dan bahkan banyak dikritik oleh masyarakat dalam negeri sendiri. Dalam jangka panjang, isu-isu negatif ini akan merugikan perkebunan dan industri sawit nasional dan tentu akan berdampak pula bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia.

Berkaitan dengan gencarnya isu negatif tersebut, BPDPKS memandang perlu untuk menjembatani gap informasi antara peran dan kontribusi sawit, dengan pengetahuan tentang sawit dalam dunia pendidikan agar informasi yang diterima masyarakat merupakan kebenaran umum yang sesuai fakta objektif. Untuk mencapai hal tersebut, kami berharap dapat disampaikan oleh rekan jurnalis sekalian.

“Sekali lagi, Peran media massa dalam menyebarkan berita-berita positif sangatlah penting untuk industri kelapa sawit di Indonesia sehingga perlu dilaksanakan suatu program untuk memberikan pemahaman kepada pelaku media, khususnya para jurnalis, yang berkaitan dengan informasi industri kelapa sawit dari hulu hingga hilir secara berkesinambungan,” paparnya.

Sebagai penutup, dirinya ingin memberikan sebuah realitas sejarah komoditas yang tentunya bisa menjadi bahan pemikiran bersama. Dalam perjalanan bangsa ini, pasalnya Indonesia pernah menjadi produsen nomor satu berbagai komoditas yang menjadi kebutuhan dunia.

Kita pernah produsen nomor satu Rempah-Rmpah, kita pernah produsen nomor satu Gula, kemudian Cengkeh, Karet. Namun saat ini, kejayaan atas komoditas-komoditas tersebut telah meredup. Penyebabnya beragam, karena produktivitas yang menurun, hantaman isu negatif, inovasi dan riset yang minim, kalah bersaing dengan produk subtitusi, tidak adanya diversifikasi produk, dan sebagainya,” akunya.

“Saat ini kita kembali menjadi produsen Kelapa Sawit terbesar di dunia, dan menjadi tantangan bagi kita semua agar kejadian serupa tidak terulang terhadap komoditas ini. Saya mengajak semua pihak untuk mengambil peran dalam menjaga eksistensi komoditas kelapa sawit agar terus memberikan sumbangsih besar bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Kemenkeu RI melalui Dijen Perbendaharaan di bidang BPDPKS menggelar Journalist Fellowship Batch I yang berlangsung mulai dari 23 sampai 26 Agustus 2021.

Sementara, pada hari kedua diisi dengan sesi zoom meeting dihadiri dengan nara sumber (Narsum) berkompeten di bidangnya, mulai dari Edi Yusuf selaku Asisten Pengembangan Agrobisnis Perkebunan, Kemenko Perekonomian,
Ketua PWI Pusat, Atal S Depari, Wakil Ketua Dewan Pers, Henry Ch Bangun, Ketua Bindang Luar Negeri GAPKI, Dr. Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif PASPI, Dr. Ir. Tungkot Sipayung, Ketua DPP APKASINDO, Dr. Gulat E. Manurung, Ketua DPP APKASINDO, Guru Besar Fak. Kehutanan IPB, Prof Dr. Yanto Santosa, CEO & Chief Editor Warta Ekonomi, Muhamad Ihsan, serta rekan-rekan jurnalis yang mewakili masing-masing media mainstream di Indonesia sebagai tamu undangan.

 

 

 

 

(Rul/Sep)

Exit mobile version