Menag Yaqut Cholil Qoumas saat menerima anggota Kongres dan Embassy US. (Kemenag).
Nasional, BogorUpdate.com
Kongres Amerika Serikat (AS) memuji kerukunan dan keharmonisan masyarakat Indonesia, bahkan ingin belajar banyak dari Indonesia.
Hal itu disampaikan sejumlah anggota kongres saat beraudiensi dengan menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di kantor Kementerian Agama, Jumat (12/11/21).
Anggota Kongres yang hadir adalah Anggota Kongres Amerish Babulal Bera, Ketua, Subkomite House Foreign Affairs Committee untuk Asia, Pasifik dan Nonproliferasi, Anggota Kongres Derek Christian Kilmer, Anggota Kongres Juan Carlos Vargas, dan Anggota Kongres Abigail Anne Davis Spanberger.
Hadir juga, Wakil Dubes Amerika Serikat Michael Kleine, Shiouyu Theresa Lou (Professional Staff Member, HFAC Subcommittee on Asia), Anubhav Gupta (Professional Staff Member, HFAC Embassy Partisipan), Ambassador Sung Kim, John Sias (Assistant to Ambassador), dan Greg Bauer (Pejabat Urusan Hak Asasi Manusia dan Agama).
Menag Yaqut Disertai Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, Kepala Balitbang-Diklat Achmad Gunaryo, serta para staf khusus dan staf ahli Menteri Agama.
“Indonesia bisa menjadi contoh nyata bahwa prinsip Islam bisa berjalan selaras dengan prinsip demokrasi,” jelas Juan Carlos Vargas, Jumat (12/11/21).
“Di Indonesia, semua warga negara memiliki hak, termasuk perempuan dan anak anak. Kami bisa belajar banyak dari Indonesia,” sambung Juan Vargas.
Juan Vargas juga mengapresiasi bahwa Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar telah memajukan nilai-nilai toleransi dan kerukunan.
Menag Yaqut menjelaskan bahwa ada beberapa aspek kunci keharmonisan masyarakat Indonesia. Pertama, adanya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai agama.
“Kami beruntung, meski bukan negara agama, kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sarat akan nilai-nilai agama,” jelas Menag Yaqut.
Kedua, Kesadaran bahwa Keragaman adalah kehendak Tuhan. “Jika ada perbedaan, kita memahami ini sebagai kehendak Tuhan. Sehingga, saat ada konflik dan perbedaan, itu menjadi lebih mudah bagi kami untuk menyelesaikan,” tegas Menag.
Meski demikian, Menag mengakui adanya tentangan dalam merawat harmoni. Pertama, perkembangan teknologi digital yang sangat cepat. Banyak informasi yang keluar dan masuk tanpa dapat dibendung.
“Sehingga, banyak orang sekarang tidak belajar agama dari guru, tapi dari google,” ucap Menag.
Kedua, muslim Indonesia harus mengkontekstualisasikan konsep hukum Islam yang diproduksi pada abad pertengahan, dengan kondisi masa kini.
“Tantangan kita, how mendamaikan hukum yang disusun pada abad pertengahan dengan situasi sekarang,” katanya.