Kota Bogor, BogorUpdate.com
Untuk pemasangan 836 titik WIFI di 795 RW yang tersebar pada enam kecamatan selama empat bulan kedepan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor menggelontorkan anggaran Rp1,778 miliar di anggaran perubahan.
Sekretaris Bappeda, Rudi Mashudi mengatakan bahwa anggaran tersebut nantinya akan diserahkan kepada 68 kelurahan untuk dikelola.
Hal itu termasuk menentukan titik yang akan dipasang sesuai dengan masukan dari tiap RW. Dan pihaknya telah mengusulkan anggaran tersebut, saat ini sedang tahap evaluasi di Gubernur.
“Sedangkan regulasinya diatur oleh Dinas Komunikasi, Informatika, Statistika dan Persandian (Diskominfostandi),” ujar Rudi, Rabu (12/8/20).
Menurut dia, berdasarkan data dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor ada 8.361 siswa yang membutuhkan bantuan kuota internet untuk mengikuti sistem pembelajaran jarak jauh atau melalui daring.
Masih kata dia, hal tersebut merupakan salah satu komitmen Pemkot Bogor sebagai solusi setelah mendengar aspirasi dari DPRD.
Rudi mengatakan, pemasangan satu titik WIFI membutuhkan anggaran Rp550 ribu, dan itu sudah termasuk biaya tarif per bulan.
“WIFI yang dipasang harus memiliki koneksi 20 MBPS. Kalau soal menggunakan provider apa, itu diserahkan kepada kelurahan,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri (ASB) atau yang akrab disapa Gus Em mengapresiasi langkah yang diambil oleh Bappeda.
Sebab kata dia, hal itu menunjukan bahwa mereka mendengarkan aspirasi wakil rakyat di parlemen.
Namun, Pemkot Bogor harus melakukan kajian terlebih dahulu, agar tak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari khususnya terhadap kelurahan.
Khususnya setelah pandemi Covid-19 selesai. Selain itu, ia meminta agar pemerintah menerbitkan regulasi yang jelas terkait penggunaan WIFI.
“Jangan sampai WIFI yang diperuntukan bagi pelajar digunakan oleh mereka yang tak berkepentingan. Atau bahkan dijadikan ajang pungli dengan menyewakannya kepada orang diluar pelajar oleh oknum tak bertanggung jawab,” katanya.
Untuk mencegah hal itu terjadi, kata ASB, alangkah baiknya bila pemerintah bekerjasama dengan provider yang ditunjuk, untuk menghidupkan internet pada jam-jam tertentu saja.
“Misalnya kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai 13.00 WIB. Nah, diluar jam tersebut internet dimatikan otomatis oleh provider,” ungkapnya.
Kendati demikian, pemerintah pun harus memikirkan solusi mengenai siswa yang tak memiliki gawai canggih. “Okelah mereka yang punya gawai tapi terbatas kuota tertolong oleh WIFI. Tapi bagaimana yang tak punya gadget, itu mesti dipikirkan jangan sampai menjadi permasalahan baru,” katanya.
Iapun menyarankan, agar pemerintah mengintervensi langsung mereka yang tak memiliki gawai. Misalnya, dengan meminjamkan gawai atau laptop dari kelurahan, atau meminta warga yang mampu meminjamkan gadget mereka.
Terpisah, Kepala Diskominfostandi, Rahmat Hidayat mengatakan bahwa pihaknya masih mematangkan teknis pemasangan WIFI tersebut bersama aparatur wilayah. “Misalnya pemilihan pihak ketiga seperti apa,” katanya.
Kata Rahmat, untuk mengantisipasi agar WIFI tak digunakan oleh mereka yang non pelajar, nantinya RW akan ditugaskan guna melakukan pengawasan.
“Saat ini kami juga tengah merancang, apakah WIFI itu dihidupkan saat jam belajar saja atau membatasi jumlah penggunaan kuota perhari, sesuai dengan kebutuhan. Yang pasti mesti ada batasan penggunaan,” kata Rahmat.
(As/bing)