Bogor RayaHomeLifestyleNews

Politik Graha Wartawan

Oleh : Saiful Kurniana, S.E
(Wapimred BogorUpdate.com)

Forum Rakyat, BogorUpdate.com
Dalam hitungan bulan, gedung Graha Wartawan Kabupaten Bogor segera di bangun di sekitar Jalan Raya Tegar Beriman, Pemda Cibinong.

Ini menjadi momen dan sejarah penting bagi jurnalis yang selama ini berkiprah di Bumi Tegar Beriman. Penting karena gedung yang secara khusus akan digunakan oleh kuli tinta ini, akan jadi representasi dari kelompok masyarakat yang menjalankan kegiatan produksi media massa.

Cerita panjang telah di torehkan untuk mewujudkan gedung Graha Wartawan. Setidaknya dalam 12 tahun terakhir, memperjuangkannya adalah perjalanan melelahkan sekaligus berliku. Anehnya, setiap kebuntuan dalam usaha mewujudkannya berakhir dengan jawaban yang tidak pasti. Buntu meski di awal sudah direstui penguasa.

Berawal dari perjuangan tokoh wartawan senior HRM. Danang Donoroso yang saat itu jadi ketua pertama PWI Kabupaten Bogor, ihktiar untuk pembangunan gedung dengan anggaran miliaran rupiah inipun tuntas setelah ada upaya lanjutan dari ketua PWI Kabupaten Bogor periode 2018-2023 dan periode 2021-2024 (Sekarang) H. Subagiyo.

Begitu dahsyatnya perjuangan untuk mendirikan gedung Graha Wartawan, jadi perjalanan seksi yang bisa di bingkai dalam sejarah kewartawanan di Kabupaten Bogor.

Namun harus di akui kalau akhirnya gedung terbangun, itu karena ada restu dari Bupati Bogor, Ade Yasin selaku pemegang kuasa anggaran. Sumbernya jelas berasal dari pundi APBD Pemkab Bogor.

Dengan begitu, Sebutan gedung Graha Wartawan adalah hadiah atau tidak, saya kira tergantung dari sisi mana orang melihat. Sebab pemahaman yang lebih penting dari pada menyebut gedung ini sebagai hadiah atau tidak, Pertama Bupati selaku kepala daerah adalah pengemban jabatan politis. Pemahaman paling sederhana tentang politisnya jabatan Bupati, pada dasarnya adalah kepemilikannya akan power yang bisa digunakan untuk membuat kemaslahatan masyarakat luas termasuk wartawan. Sementara wujud kemaslahatan sifatnya absolut selain harus on progres. Keduanya rumus yang korelasinya pasti anggaran, sehingga harus dipastikan benar dan salahsatunya dengan fungsi kontrol wartawan.

Kedua, Bupati dan wartawan berkerja atas dasar undang undang, proporsionalnya Bupati dan wartawan bekerja atas nama dan untuk kepentingan rakyat. Sehingga tidak berlebihan jika pekerjaan wartawan di fasilitasi meski porsi fasilitas Bupati dan pejabat nya tidak akan pernah lebih kecil dari fasilitas yang diberikan kepada wartawan.

Tetapi keduanya juga memiliki kriteria berbeda, selaku pemegang kuasa anggaran, Bupati mendapat mandat untuk pengelolaan keuangan yang di sebut APBD berdasar regulasi dan peraturan di Indonesia. Hal ini tidak berlaku bagi wartawan. Sehingga kalaupun wartawan berhak atas fasilitas, tetap masih tergantung kepada kebijakan dan restu Bupati.

Terlepas dari semua itu, eksistensi wartawan untuk menjadi kekuatan kontrol tetap menjadi keniscyaan. Rakyat perlu kepastian, amanah yang mereka percayakan kepada penguasa bisa berjalan dengan semestinya. Sekali lagi, tugas wartawan menjadi strategis sebab ikut bertanggung jawab mengawal seluruh kebijakan Bupati dan bawahannya. Karena apa? Setiap kebijakan akan memiliki efek yang masif. Kita akan lega sekaligus happy kalau kebijakan Bupati pro rakyat sehingga punya efek kebaikan bagi setiap jiwa di Kabupaten Bogor.

Namun seandainya kebijkan Bupati berdampak sebaliknya tentu kita sepakat, gedung Graha Wartawan yang di bangun atas restu Bupati tetap menjadi sentral untuk melakukan koreksi dan kritik terhadap kebijakan tersebut. Dengan begitu pembangunan yang di lakukan Bupati tetap on the track dan tidak berimplikasi pada peluang pelanggaran hukum.

Kembalinya adalah nurani, sebab kritik bisa mejadi ungkapan wartawan yang mecintai Bupatinya, sekaligus bentuk pembelaan wartawan terhadap kepentingan pembayar pajak yang akumulasinya menjadi APBD, pembayar pajak ini tentu saja rakyat. Allahhu allam bi sawab.

Exit mobile version