Bogor RayaEkobisHomeNewsPemerintahan

Hasil Survey MAB SV IPB Terhadap COVID-19: 90 Persen Warga Tergerak Saling Bantu

Pemerintahan, BogorUpdate.com
Pada periode April-Mei 2020, tim dosen Program Studi Manajemen Agribisnis (MAB), Sekolah Vokasi (SV) IPB University melakukan survei singkat secara online tentang dampak pandemi COVID-19. Survei ini ingin menangkap respon masyarakat sebagai bagian dari kepedulian sosial terhadap dampak tersebut. Lingkup kajiannya lebih menitikberatkan wilayah Kabupaten/Kota Bogor, sehingga responden yang dipilih pun adalah yang berdomisili di Kabupaten/Kota Bogor.

Sampai 26 Mei 2020, di Kota Bogor ada sebanyak 111 orang yang dilaporkan positif COVID-19 dengan jumlah kematian sebanyak 15 orang. Namun gambaran yang akurat tentang jumlahnya maupun dampak virus ini masih kabur, khususnya bila dikaitkan dengan kemampuan pemerintah untuk mengatasi tantangan ekonomi yang ditimbulkan.

Pandemi COVID-19 sendiri telah menimbulkan dampak yang buruk, dimana aktivitas ekonomi menurun drastis, sumber pendapatan berkurang, akhirnya jumlah pengangguran dan masyarakat miskin pun diperkirakan meningkat tajam. Data sementara menyebutkan di Kota Bogor telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 20 orang dan karyawan yang dirumahkan lebih dari 1.000 orang.

Menurut Dr Ir Dahri Tanjung, MSi selaku Koordinator Survei, pemerintah Kota Bogor sebenarnya telah melakukan aksi nyata untuk membantu masyarakat terdampak dengan program social safety net berupa bantuan sembako, uang dan alat-alat kesehatan. Diperkirakan dana yang dialokasikan lebih dari Rp 466 milyar untuk menangani pandemi ini. Namun karena keterbatasan pemerintah tersebut, maka kepedulian semua pihak menjadi sangat penting.

Secara spontan berbagai pihak langsung merespon tanpa paksaan untuk membantu meringankan penderitaan masyarakat miskin tersebut. Bantuan tersebut ada yang spontan dari perseorangan dan ada yang terkoordinir (lembaga pendidikan, keagamaan, ormas dan lainnya).

Untuk Kota Bogor saja berbagai lembaga baik yang berada di Kota Bogor maupun dari luar Bogor beramai-ramai mengulurkan bantuan untuk meringankan beban masyarakat terdampak. Dari responden yang memberi jawaban, 90 persen tergerak untuk memberi bantuan walaupun sebenarnya 88 persen mengatakan omzet usaha mereka turun lebih dari 50 persen.

“Bantuan pangan merupakan pilihan yang lebih disukai untuk memberikan perlindungan sosial dalam saat krisis meskipun pasar berfungsi dan akses ke makanan mudah. Kami juga membandingkan bantuan makanan dengan uang tunai dalam konteks kemanusiaan, hasilnya tidak dapat disimpulkan perbedaannya. Hanya saja, bagi sebagian orang, tujuan awal memberi bantuan adalah agar sasaran terlindung dari kekurangan pangan,” ujarnya.

Secara umum, keduanya dipandang sebagai cara yang efektif untuk meningkatkan ketahanan pangan. Uang tunai seharusnya menjadi pilihan yang disukai karena efisiensi, keunggulan biaya dan kesepadanan, tetapi makanan idealnya melengkapinya dalam konteks bantuan pangan cepat tanggap.

Berbagai aksi perlindungan sosial khususnya yang dilakukan oleh lembaga di luar pemerintah merupakan modal yang sangat penting untuk bersama menanggulangi bencana dan bagian dari jaring pengaman social. Sebagai bagian dari respon keberlanjutan banyak yang mengusulkan lembaga yang kredibel untuk mewakili masyarakat mengorganisir berbagai bantuan. Namun tetap mendahulukan agar bantuan diprioritaskan kepada lingkungan setempat.

“Para donatur tersebut rela merogoh koceknya berkali-kali ketika melihat kondisi masih memprihatinkan dan masih banyak yang harus terbantu. Sebagian besar mereka telah memberi bantuan lebih dari tiga kali,” imbuhnya.

Adapun penyaluran bantuan tersebut lebih banyak disalurkan langsung. Sasaran penerima bantuan kebanyakan tetangga atau lingkungan terdekat rumah/tempat kerja, kemudian saudara, baru siapa saja yang membutuhkan. Hal ini terkait dengan siapa yang paling sering berinteraksi dengan para donatur dan yang sering terlihat kondisinya. Hal ini berkaitan dengan sistem pemberian bantuan dimana kebanyakan mereka memberi langsung kemudian baru transfer melalui bank.

Apabila dikaitkan dengan kebocoran bantuan dan salah sasaran, maka sebagian besar para donatur percaya kepada lembaga yang mengorganisir bantuan bahwa bantuan mereka akan tepat sasaran. Lembaga penyalur bantuan pun biasanya yang mereka percayai, yang tidak mempunyai vested interest dan akuntabilitas terakhir adalah dari laporan pelaksanaan kegiatan.

Pendistribusian bantuan pangan cenderung menyebabkan penyebaran virus secara langsung karena akan melibatkan lebih banyak interaksi manusia. Namun, risiko-risiko ini dapat dimitigasi melalui berbagai kebijakan seperti mengatur jarak sosial, menggunakan alat pelindung diri (APD), masker maupun hand sanitizer, melakukan pengiriman dari pintu ke pintu, jarak antrian yang cukup, penjatahan melalui pembagian waktu dan sebagainya. Sehingga sampai sekarang belum pernah ada berita positif corona karena bantuan.

“Tantangan ke depan adalah apabila kondisi telah menuju normal dan keseimbangan baru, bagaimana masyarakat terdampak ini kembali beraktivitas. Mereka kebanyakan pekerja informal dengan skala usaha mikro kecil (UMK). Mereka akan sangat kesulitan dalam pengadaan modal baru walaupun sebenarnya relatif kecil untuk tiap orangnya. Selama ini berbagai lembaga masih sangat jarang untuk menjangkau ini kecuali dari lembaga simpan pinjam. Permasalahannya adalah suku bunganya yang relatif tinggi, apalagi kalau sampai bersumber dari rentenir,” tandasnya.

 

 

 

(ipb/end)

Exit mobile version