Bogor RayaHomeHukum & Kriminal

PT Sentul City Kembali Caplok Tanah Ahli Waris, LBH Pospera : Program Pemerintah “Reforma Agraria” Diabaikan

 

BOGORUPDATE.COM- Pengadilan Negeri (PN) Cibinong menggelar sidang kasus sengketa tanah seluas 8000 M2 di Desa Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, antara pihak penggugat dari ahli waris dengan tergugat PT
Sentul City TBK, Presiden Cq Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, Kepala Desa Bojong koneng. Pada Selasa (9/4/2019).

 

Namun, pihak tergugat tidak hadir sehingga sidang ditunda. Padahal, di kesempatan itu, Ketua penasihat hukum ahli waris dari LBH Pospera Sarmanto Tambunan dalam kesempatan itu telah siap menyerahkan bukti-bukti kepemilikan tanah 8000 M2 itu.

 

“Sidang ditunda sampai 30 April. Agenda pada hari ini gugatan warga Bojong Koneng, Abud Permana yang saat ini menjadi tersangka oleh pihak Polres Bogor atas penjualan tanah miliknya sendiri. Atas dasar itu, Abud Permana mewakili ahli waris nenek moyangnya mengajukan gugatan sengketa tanah kepemilikan untuk menguji kebenaran status tanah, yang di klaim merupakan bagian HGB dari Sentul City,” ujar Sarmanto kepada Bogorupdate.com usai sidang.

 

Ia menambahkan, mengapa pihaknya membuat gugatan, karena konflik agraria di Desa Koneng cukup besar yakni, masyarakatnya mempunyai tanah secara turun temurun, namun kondisi yang ada, setiap masyarakat yang menjual atas tanah mereka dilaporkan, ditahan dan diproses secara pidana. Disayangkan pihak kepolisian tidak melihat status kepemilikan tanah.

 

“Inilah yang membuat kerja berat bagi kami sebagai tim advokasi. Seharusnya BPN melihat dan mengakui bukti kepemilikan tanah adat. Dan kami hanya ingin membuktikan apa yang dimiliki oleh PT Sentul City. Jika mereka telah memiliki HGB, kita harus melihat HGB itu terbit apa atas dasar telah membeli kepada masyarakat atau diberikan oleh negara,” imbuh Sarmanto.

 

Lanjutnya, penggugat mempunyai surat-surat seperti, letter c sampai PBB pun tiap tahun dibayarkan. Tapi kenapa saat ahli waris melakukan penjualan tanah milik mereka dilaporkan dan ditahan dan disidangkan. Saat ini sudah ada beberapa tokoh masyarakat yang menjadi korban kasus seperti ini.

 

“Dalam hal ini kami melihat masyarakat yang menjadi korban disangkakan pasal 263 dan 266 artinya ada pemalsuan surat dan menggunakan surat palsu. Berarti surat kepemilikan masyarakat yang dikeluarkan oleh desa itu dianggap palsu. Jadi mana yang asli ? inilah yang kita ingin ketahui dan mengujinya,” ungkap Sarmanto.

 

Menurutnya, jangan masyarakat dikorbankan karena ada suatu korporasi dengan cara masif ingin menguasai tanah masyarakat. Karena hal ini tidak sejalan dengan program pemerintah yang mana Presiden Jokowi saat ini melakukan reformasi agraria.

 

“Kami sudah melaporkan hal ini kepada Presiden melalui Deputi V KSP dan sudah mendapatkan jawaban secara lisan yang mana pihak mereka akan berkoordinasi dengan Kementerian ATR untuk memastikan kebenaran dari masalah ini,” terang Sarmanto.

 

Untuk itu, jika hal itu benar LBH Porsera sangat mengharapkan pemerintah untuk turun tangan mengembalikan tanah-tanah masyarakat sesuai dengan porsinya. Karena Informasi yang didapat, Desa Bojong Koneng 90 persen masuk floating dan HGB PT Sentul City.

 

“Artinya Desa Bojong Koneng sewaktu waktu akan hilang dalam arti dirampas hak-hak wilayahnya oleh PT Sentul City,” tutur Sarmanto.

 

Ia menuturkan, bahwa masyarakat tidak mengetahui HGB PT Sentul City seperti apa dan batas-batas milik mereka dan PT Sentul City. Memang ada beberapa masyarakat yang telah melepaskan tanah milik mereka tapi sifatnya hanya parsial. Yang dilepaskan hanya titik tertentu. Tapi keseluruhan tanah milik ahli waris di klaim PT Sentul City.

 

“Aneh saja BPN menerbitkan HGB untuk PT Sentul City. Jadi disini ada yang tidak wajar dalam hal penerbitan,” tutur Sarmanto.

 

Diakhir, ia mendesak pemerintah untuk audit BPN Kabupaten Bogor atas terbitnya HGB PT Sentul City. Pentingnya audit ini jika masyarakat terbukti telah melepaskan mereka tidak bisa menuntut. Tapi jika tidak ada pelepasan tanah itu, jangan dirampas.

 

“Inilah yang membuat kami ingin menerangkan hal ini dan mengembalikan hak-hak masyarakat. Kasian masyarakat, apalagi mayoritas ekonomi  mereka rendah,” tandas Sarmanto Tambunan.(Rie)

 

Editor : Refer

Exit mobile version